RMco.id Rakyat Merdeka - Dari tujuh kebijakan fatal yang mempengaruhi sejarah, salah satunya melibatkan burung pipit. Burung ini “menunjukkan” bahwa info dan masukan yang keliru bisa berakibat fatal bagi para pengambil kebijakan. Korbannya, rakyat.
Ini terjadi di China. Tahun 1958 sampai awal 60-an. Para ilmuwan kerap menggunakan kasus ini sebagai “pengingat dan pelajaran bagi para pemimpin berikutnya”.
Saat itu, pemimpin China Mao Zedong dihadapkan pada masalah ekonomi dan kesehatan serius yang melanda negaranya. Dia kemudian merancang program membangkitkan ekonomi dan industrialisasi besar-besaran sepanjang 1958 sampai 1960. Namanya: Lompatan Jauh ke Depan. Salah satu programnya: Kampanye Empat Hama.
Berita Terkait : 405 T, Siti dan Kehati-hatian
Keempat hama ini; nyamuk, tikus, lalat, dan burung pipit atau burung gereja. Mereka didakwa melakukan pengkhianatan serius terhadap kesehatan masyarakat. Hewan-hewan ini dituduh menyebarkan malaria, pes, gangguan kesehatan lewat udara, serta pencurian benih dan biji-bijian. Vonisnya: hukuman mati.
Melalui propaganda menggunakan poster dan keterlibatan masyarakat secara besar-besaran, peperangan akhirnya berhasil dimenangkan. Hasilnya: 1,5 juta tikus dibasmi, 11.000 ton nyamuk dimusnahkan, 100.000 ton lalat lenyap, dan satu juta burung gereja terkapar.
Burung-burung itu banyak yang bergelaparan di tanah. Kenapa? Karena, para penduduk, terutama ibu-ibu, membunyikan drum (yang disediakan pemerintah) serta wajan dan panci penggorengan, secara serempak. Tujuannya, menghalau burung-burung itu supaya terus terbang sampai kelelahan, lalu jatuh ke tanah. Mati.
Berita Terkait : Perlu Lebih Transparan
Tetapi yang tidak disadari oleh Mao, burung-burung rupanya tidak hanya mencuri dan memakan biji-bijian, tetapi juga memakan serangga. Karena burung pipit dimusnahkan, populasi serangga berkembang sangat pesat. Mereka justru lebih berbahaya dari burung pipit. Akibatnya, China mengalami gagal panen dahsyat di seluruh negeri. Dampaknya, puluhan juta orang kelaparan, 20 juta hingga 45 juta jiwa meninggal.
Peristiwa ini dikenal sebagai kegagalan ekologis dan demografi, lewat suatu perencanaan pembangunan, yang menyakitkan dalam sejarah manusia. Belakangan, Mao tersadar. Dia kemudian mengumpulkan para ilmuwan. Mao meralat: perburuan burung pipit diganti kutu kasur atau bangsat. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Nyawa yang hilang tak bisa dikembalikan.
Para peneliti dunia kemudian mencatat, kegagalan ini, selain salah memilih target, burung pipit, juga salah kebijakan. Misalnya, mengarahkan hampir semua petani produktif ke sektor industri. Petani berkurang signifikan.
Berita Terkait : Nolak Jenazah dan Jabodetabek
Penyebab lainnya, karena ABS, Asal Bapak Senang. Para petugas lapangan dan daerah-daerah menyampaikan angka palsu lewat rekayasa statistik. Akibatnya, petinggi di Beijing mengira program ini berhasil. Yang terjadi justru sebaliknya. Ambyar. (*)
"burung" - Google Berita
April 19, 2020 at 06:09AM
https://ift.tt/34LwHbz
Kebijakan Salah: Melenyapkan Burung - Rakyat Merdeka RMCO.ID - The Political News Leader
"burung" - Google Berita
https://ift.tt/30iE0IL
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kebijakan Salah: Melenyapkan Burung - Rakyat Merdeka RMCO.ID - The Political News Leader"
Post a Comment