REPUBLIKA.CO.ID, Perahu tradisional milik kelompok Pantai Lestari melaju perlahan meninggalkan dermaga muara Karangsong, Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Ahad pekan lalu. Suara mesin perahu menderu mengantarkan para pengunjung yang menaikinya untuk memasuki kawasan Ekowisata Mangrove Center Karangsong.
Barisan pepohonan mangrove yang rimbun langsung menyapa pengunjung di sepanjang perjalanan di atas perahu. Tak jarang, burung Kuntul berwarna putih maupun spesies burung lainnya terlihat di tengah hutan yang ditumbuhi ratusan ribu batang tanaman mangrove tersebut.
Selang sekitar lima menit, perahu pun mendarat. ‘’Selamat Datang di Kawasan Ekowisata Mangrove Center’’. Begitulah tulisan yang tertera di pintu masuk kawasan tersebut.
Dari pintu masuk, pengunjung akan mulai berjalan di atas trek yang membelah hutan mangrove. Suara berderit terdengar setiap kali langkah kaki pengunjung menginjak trek yang terbuat dari anyaman bambu. Suara itu terkadang ditingkahi dengan suara burung-burung di kawasan tersebut.
Setelah berjalan menyusuri trek selama kurang lebih 10 menit, pengunjung akan sampai ke pantai Karangsong. Suara deburan ombak dan angin pantai pun akan langsung menyapa. Meski suhu udara terasa panas menyengat, namun rimbunnya pohon-pohon mangrove akan memberikan kesejukan tersendiri. Pengunjung pun bisa beristirahat di sejumlah saung di tepi pantai.
Keberadaan Ekowisata Mangrove Center Karangsong itu tak terwujud begitu saja. Ada proses panjang yang bermula dari kepedulian masyarakat yang tergabung dalam kelompok Pantai Lestari sejak 2008. Kala itu, pesisir pantai Karangsong dilanda abrasi parah.
Penyebabnya, hutan mangrove di kawasan tersebut ditebangi untuk pembuatan tambak. Hal itu menyebabkan gelombang laut secara masif terus menerus menggerus daratan, tanpa ada yang menahannya.
‘’Saat itu, kami mulai melakukan penanaman mangrove,’’ kata salah seorang pengurus kelompok Pantai Lestari, Tarika, saat ditemui Republika.co.id,di kawasan Ekowisata Mangrove Center Karangsong, Ahad (3/11).
Penanaman mangrove terus dilakukan dari tahun ke tahun. Upaya mereka pun mendapat dukungan dari pemerintah desa setempat, yang mengeluarkan larangan menebangi tanaman mangrove.
Dukungan juga diberikan berbagai pihak lainnya, baik dari unsur pemerintah, swasta maupun komunitas yang peduli pada pesisir. Salah satunya adalah Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan, melalui program _corporate sosial responsibility_ (CSR)-nya. Pada 2010, BUMN itu melakukan penanaman mangrove sebanyak 5.000 batang, dan kembali menanam 10 ribu batang di kawasan tersebut pada 2012.
Tak berhenti sampai di situ, Pertamina RU VI Balongan juga membangun trek yang membelah hutan mangrove tersebut pada 2014. Adapula fasilitas-fasilitas lain, termasuk Arboretum untuk wisata pendidikan mangrove.
‘’Setelah menjadi sebuah kawasan, barulah dilakukan pemanfaatan hutan mangrove tanpa perlu merusaknya. Makanya, kawasan itu dijadikan Ekowisata Mangrove Center pada 2015,’’ tutur Tarika.
Pantai Lestari pun terus berusaha menambah koleksi jenis tanaman mangrove yang kini baru ada 35 jenis. Pasalnya, kawasan itu akan menjadi pusat riset dan penelitian mangrove Indonesia bagian barat.
‘’Targetnya di sini ada 80 jenis tanaman mangrove. Tapi ada jenis mangrove yang berasal dari luar Jawa. Inilah kesulitan kami mencari bibit itu,’’ tukas Tarika.
Rimbunnya kembali hutan mangrove di Karangsong pun telah mengundang pulang burung-burung yang sebelumnya menghuni kawasan itu. Saat mangrove ditebangi untuk pembuatan tambak, burung-burung yang sebelumnya menghuni kawasan itupun menghilang.
‘’Dengan adanya Mangrove Center, burung-burung yang dulunya hilang kini sudah kembali pulang. Bahkan sekarang spesiesnya bertambah, termasuk burung migran,‘’ tutur Tarika.
Dihubungi terpisah, Peneliti Utama pada Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hutan, Hendra Gunawan, menyebutkan, dari hasil penelitian pada 2017, ada 49 spesies burung dari 32 marga dan 22 famili yang hidup di kawasan Ekowisata Mangrove Center Karangsong. Dari 49 spesies itu, ada 17 spesies yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1999 dan 32 spesies tidak dilindungi.
‘’Adapula dua spesies yang masuk kategori _critically endangered_ (kritis) yaitu _Fregata andrewsi_ (Cikalang Christmas) dan _Alcedo euryzona_ (raka udang kalung biru), dan satu spesies masuk kategori _Near Threatened_ (hampir terancam) yaitu _Butorides striatus_ (kokokan laut),’’ terang Hendra.
Hendra menjelaskan, burung-burung air (_waterbird_) umumnya burung spesialis yang hidupnya sangat tergantung dengan keberadaan habitat lahan basah seperti mangrove. Spesialis itu maksudnya adalah makanannya khusus hanya berupa ikan, udang atau biota air lainnya yang tersedia di lahan basah seperti mangrove.
‘’Ketika mangrove tidak ada, maka burung-burung mungkin pindah ke tempat lain yang masih ada mangrovenya. Ketika kita menanam mangrove, tentu saja itu membuat habitat burung air menjadi tersedia kembali sehingga banyak burung air dari tempat lain yang hadir, bahkan burung migran dari tempat yang jauh,’’ tukas Hendra.
Beberapa jenis burung migran yang ditemukan di Mangrove Karangsong antara lain Cangak abu (_Ardea cinerea_), Cangak merah (_Ardea purpurea_), Kokokan laut (_Butorides striatus_), Belibis kembang (_Dendrocygna arcuata_), Cikalang Christmas (_Fregata andrewsi_), Kowak malam merah (_Nycticorax caledonicus_), Kowak malam kelabu (_Nycticorax nycticorax_) dan Ibis rokoroko (_Plegadis falcinellus_).
Selain burung, kawasan ekowisata seluas 20 hektare itu juga menjadi habitat bagi fauna lainnya. Di antaranya, berang-berang dan biawak. Ditemukan pula sedikitnya 21 spesies ikan dari 21 marga (genus) dan 19 famili di perairan mangrove dan pesisir sekitarnya.
‘’Nelayan yang dulu tidak dapat tangkapan ikan di sini, sekarang dapat ikan. Warga yang mancing ikan juga banyak. Itu berarti populasi ikan di sekitar kawasan ini semakin bertambah,’’ kata Tarika.
Tarika menambahkan, sejak dibuka untuk umum, Ekowisata Mangrove Center Karangsong juga telah menarik perhatian banyak pengunjung, termasuk dari berbagai daerah di Indonesia. Setiap hari, jumlah pengunjung ada di kisaran 50 orang dan meningkat menjadi 300 – 500 orang per hari di akhir pekan. Bahkan di masa libur lebaran, pengunjung bisa mencapai lebih dari 1.000 orang per hari.
Kelompok Pantai Lestari yang mengelola kawasan itu menyediakan lima buah perahu. Pengunjung cukup membayar tiket Rp 15 ribu per orang. Kawasan wisata itu dibuka setiap hari, mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB. Sedangkan di hari libur, jam operasional mulai pukul 08.00 WIB – 18.00 WIB.
Terpisah, Unit Manager Communication, Relation & CSR RU VI Balongan, Eko Kristiawan, mengungkapkan, Pertamina RU VI Balongan melalui program CSR selalu membantu dan mendampingi kelompok Pantai Lestari dalam pengelolaan kawasan Ekowisata Mangrove Center Karangsong.
‘’Pertamina mulai berperan dalam membantu dan mendampingi kelompok itu sejak 2010 sampai sekarang,’’ tandas Eko.
"burung" - Google Berita
November 09, 2019 at 09:43AM
https://ift.tt/2CtKN44
Burung-burung yang Hilang, Kini Telah Pulang - Republika Online
"burung" - Google Berita
https://ift.tt/30iE0IL
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Burung-burung yang Hilang, Kini Telah Pulang - Republika Online"
Post a Comment