Search

Rahasia Enggang, Burung yang Terhormat - Tempo.co

TEMPO.CO, Kapuas Hulu - Suku Dayak Iban memelihara hutan dengan disiplin tinggi, juga tegas tanpa kompromi. Pemburu binatang liar di hutan adat di wilayah Sungai Utik bakal kena sanksi. Hukumannya berupa denda, yang terbilang berat untuk ukuran warga di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Dua tahun lalu, seorang pemburu ditangkap warga karena menangkap burung murai batu di hutan adat, “Orang itu tak bisa membayar denda sesuai dengan hukum adat,” kata Bandi Anak Ragai alias Apai Janggut, tokoh masyarakat adat Dayak Iban di Sungai Utik, Selasa, 1 Oktober lalu. Sepeda motor pelaku pun disita, karena tak mampu membayar Rp2,5 juta – saat berita ini dibuat, motor itu belum ditebus. Sementara murai batu yang ditangkap si pemburu telah dilepaskan, begitu denda disepakati dan dibayar jaminan sepeda motor.

Jumlah uang denda itu bisa berlipat ganda, bila pemburu tak beritikad baik. Penambahan jumlah denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Warga Dayak Iban di rumah betang (rumah panjang) Sungai Utik yang dipimpin Apai Janggut mempertahankan lahan mereka dari pembalakan liar serta menangkal kepentingan perusahaan kelapa sawit. Mereka terus memperjuangkan pengakuan hukum atas hutan adatnya, yang seluas 9.504 hektare.

Anak Burung Rangkong Sedang memakan buah di Hutan Harapan. TEMPO/Syaipul Bakhori

Suku Dayak Iban memelihara lahan sesuai dengan hukum adat: 6.000 hektare menjadi hutan lindung dan 3.504 hektare untuk penanaman tumbuhan dalam sistem tradisional. Perjuangan merawat hutan adat itu telah berlangsung sekitar 40 tahun. Atas kegigihannya, masyarakat Dayak Iban di Sungai Utik, termasuk Apai Janggut, menerima Equator Prize dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) di New York, Amerika Serikat. 

Apai Janggut menjelaskan, melindungi satwa adalah salah satu cara merawat hutan. Maka semua jenis enggang, seperti enggang cula (rangkong badak) dan enggang gading (rangkong gading), serta burung lain, termasuk murai batu, yang hidup di hutan kawasan Sungai Utik dilindungi hukum adat Dayak Iban. “Tidak boleh diburu, apalagi dibunuh,” katanya. 

Bagi suku Dayak Iban, tutur Apai Janggut, jenis enggang yang paling dihormati adalah enggang cula. Sebab, satwa itu berhubungan dengan simbol ritual Dayak Iban, yakni gawai kenyalang. Namun bukan satwa tersebut yang digunakan, melainkan hanya replika yang dibuat dari pahatan kayu. Replika enggang cula itu ditempatkan di puncak tiang yang dipasang di ujung pelataran rumah betang.

Bulu ekor enggang cula bisa dipasang sebagai aksesori di kepala orang yang berhubungan dengan gawai kenyalang itu selama ritual berlangsung. Orang yang mengenakannya bisa tokoh masyarakat atau pemangku hajat. Sementara jumlah bulu ekor enggang cula yang dipakai tak sampai tiga helai. Bulu itu bukan hasil berburu. “Bulu yang digunakan sudah rontok. Ditemukan di hutan, kemudian kami simpan,” tegas Apai.

Demikian pula bila masyarakat Dayak Iban menemukan enggang cula yang sudah mati di hutan. Burung itu disimpan untuk keperluan upacara adat. “Burung itu menjadi semacam jimat perlindungan bagi kami,” ucap Apai Janggut. Ia menambahkan, masyarakat Dayak Iban menghormati burung enggang karena satwa tersebut membantu melestarikan kehidupan hutan. “Biji buah yang dimakan akan dibuang, terus tumbuh menjadi pohon,” tuturnya.

Rangkong gading berperan dalam melestarikan hutan, karena berperan menyebar biji tanaman. Foto: @timlaman

Mengapa enggang sangat terhormat bagi suku Dayak Iban? Dari sisi ilmiah dapat dijelaskan bahwa semua jenis enggang mampu menebar benih tumbuhan untuk regenerasi hutan. “Pakan enggang adalah buah-buahan, terutama dari jenis Ficus,” kata Mohammad Irham, peneliti burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sistem pencernaan enggang memungkinkan biji-bijian itu bertahan satu jam. Dalam kurun waktu tersebut, enggang mampu menjelajahi hutan yang luas. Saat itulah enggang membuang kotoran sekaligus menjatuhkan biji-bijian yang kelak menjadi tumbuhan. “Proses memencarkan biji oleh enggang inilah yang membantu regenerasi hutan,” tuturnya. Ia menambahkan, bila enggang tidak memencarkan biji-bijian, benih hanya akan menumpuk di sekitar pohon tersebut. 

Menurut Irham, dalam satu hari, enggang gading, misalnya, membutuhkan 500 gram-1 kilogram buah untuk dimakan. Jumlah makanan itu bergantung pada umur enggang. “Makin besar proporsi tubuh, asupan makanan makin banyak,” katanya. 

BRAM SETIAWAN (KAPUAS HULU)

Let's block ads! (Why?)



"burung" - Google Berita
October 25, 2019 at 02:00PM
https://ift.tt/2pcBAdj

Rahasia Enggang, Burung yang Terhormat - Tempo.co
"burung" - Google Berita
https://ift.tt/30iE0IL

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Rahasia Enggang, Burung yang Terhormat - Tempo.co"

Post a Comment

Powered by Blogger.