Ke Jepang tidak akan lengkap jika tidak mencoba kereta api cepatnya: Shinkansen. Tahun ini, umurnya 55 tahun. Dan cerita di balik penciptaan Shinkansen, ternyata ada inspirasi dari burung.
+++++++++++++++++
Kurniawan Muhammad
++++++++++++++++++
Waktu itu kami ingin ke Tokyo. “Ayo pake Shinkansen,” ajak Makhrus Soleh, salah seorang dari anggota rombongan kami. Kami pun setuju. Kebetulan ada beberapa agenda di ibu kota Jepang itu. Selain ke KBRI (Kedutaan Besar RI) menemui beberapa relasi Teguh Wahyudi, juga bertemu dengan beberapa pengusaha Indonesia lainnya yang juga sudah cukup lama berkiprah di Jepang.
Sebenarnya dari Kota Nishio ke Tokyo bisa dengan menggunakan mobil. Jaraknya sekitar 350-an kilometer. Bisa ditempuh hingga 5 jam. Tapi jika dengan menggunakan Shinkansen, tentu saja lebih cepat.
Jika naik Shinkansen, kami harus ke Kota Nagoya lebih dulu. Dari Nagoya ke Tokyo dengan menggunakan Shinkansen hanya butuh waktu tak sampai dua jam. Tepatnya 1 jam 50 menit. Pulangnya, kami juga naik Shinkansen. Tak terasa. Nyaris tanpa guncangan. Bunyi keretanya juga halus banget.
Saya cukup lama mengagumi Shinkansen. Sejak saya duduk di bangku SMA, puluhan tahun lalu. Tapi baru-baru ini saja bisa merasakan naik kereta tersebut. Sudah dua kali ini saya naik Shinkansen. Tahun ini dan sekitar empat tahun lalu. Saya kagum dengan kecepatannya. Saya kagum dengan bunyi halusnya. Dan saya juga kagum dengan bentuk keretanya. Terutama bagian kepalanya.
Shinkansen diciptakan oleh Eiji Nakatsu. Arti dari Shinkansen adalah kereta peluru. Shinkansen di-launching pertama kali untuk menyambut Olimpiade Tokyo, Oktober 1964. Kala itu, Shinkansen menjadi kereta supercepat pertama yang dibangun dengan kecepatan maksimal mencapai 210 km/jam.
Berarti, tahun ini, sudah 55 tahun Shinkansen beroperasi. Menurut data, selama 55 tahun beroperasi, Shinkansen telah mengangkut lebih dari 5 miliar orang dengan rekor keterlambatan terparah hanya mencapai 24 detik pada 2016. Bayangkan, terlambat hanya 24 detik, sudah dianggap terparah!!!
Pada Shinkansen, sengaja dibikin kepala keretanya menjorok karena mempertimbangkan kecepatan. Dengan model seperti itu, maka kereta api peluru itu lebih cepat 10 persen, listrik lebih irit 15 persen, dan tekanan angin menurun 30 persen.
Dalam suatu kesempatan, Nakatsu pernah mengungkapkan proses bagaimana awalnya dia hingga menciptakan desain Shinkansen. Ternyata Nakatsu terinspirasi dari burung. Salah satunya adalah burung hantu. Burung hantu inilah yang menjadi inspirasi dan selanjutnya menimbulkan ide dan teknologi baru yang diciptakan untuk Shinkansen seri 500.
Burung hantu, menurut Nakatsu, ternyata memiliki banyak kelebihan untuk sebuah kecepatan dan peredaman suara. Mengapa burung hantu? Karena pada burung hantu, lanjut Nakatsu, punya bulu ombak gergaji yang disebut bulu serunting. Dan ini menghasilkan pusaran kecil dalam aliran udara yang memecah pusaran besar yang menghasilkan kebisingan.
Untuk bisa mengadopsi sifat khas pada burung hantu untuk selanjutnya diterapkan pada teknologi Shinkansen, kala itu Nakatsu butuh waktu empat tahun. Dengan mengadopsi sifat khas pada burung hantu itu, akhirnya berhasil diciptakan semacam teknologi yang berhasil mengurangi kebisingan pada Shinkansen. Dan saya bisa merasakan betapa halusnya bunyi Shinkansen. Teknologi mengurangi kebisingan ini disebut dengan “generator vortex”.
Selain ide dari sayap burung hantu yang bergerigi, seiring perjalanan waktu, Shinkansen mengalami hambatan. Yakni adanya pukulan angin yang diterobos Shinkansen. Terutama saat melewati terowongan, ketika Shinkansen melaju dengan kecepatan 350 km/jam, maka akan menimbulkan bunyi “dong” yang besar. Hingga mirip suara ledakan.
Maka, teorinya, untuk mengantisipasi bunyi yang keras mirip ledakan itu, maka kecepatan Shinkansen harus dibikin lebih lambat ketika memasuki terowongan. Lagi-lagi, Nakatsu mendapatkan ide dari seekor burung ketika berusaha memodifikasi lagi Shinkansen. Kali ini, idenya dari burung Kawasemi. Mengapa kali ini burung lagi?
Maklumlah, Nakatsu adalah penyuka burung. Dan dia sangat suka memperhatikan burung. Dia saat itu mengamati burung Kawasemi ketika menyungsep memasuki air untuk mengambil ikan.
Ternyata, ketika burung itu menyungsep ke air, air yang dimasuki tidak begitu banyak berubah. Artinya, tidak sampai menimbulkan cipratan besar ke luar. Itu bisa terjadi, karena Burung Kawasemi memiliki pelatuk sangat panjang dan lancip sehingga ketika memasuki air, seolah air tak bergerak dan menyemburkan cipratan besar.
Dari sifat khas Burung Kawasemi saat menyungsep ke air inilah, Nakatsu lantas menciptakan Shinkansen 521 yang memiliki hidung lancip untuk mengantisipasi bunyi “dong” atau tekanan angin yang besar saat melewati terowongan.
Terbukti, dengan model kepala kereta yang dibikin lebih lancip, tekanan angin tersebut berkurang 30 persen. Dan bunyi “dong” hilang dan kecepatan kereta api malah tambah cepat 10 persen dengan energi listrik semakin irit. Sekitar 15 persen.
Shinkansen punya lima jalur utama. Pertama, Tokaido Shinkansen. Ini adalah jalur paling penting dan padat yang menghubungkan Tokyo dan Shin-Osaka. Termasuk di dalamnya Nagoya dan Kyoto. Jalur ini adalah jalur Tokyo ke arah barat. Kedua, Sanyo Shinkansen. Ini jalur sambungan dari Osaka ke Fukuoka, meliputi Kobe dan Hiroshima. Ketiga, Tohoku Shinkansen.
Ini adalah jalur Tokyo ke utara hingga paling ujung pulau. Keempat, Hokkaido Shinkansen. Ini adalah jalur sambungan dari Tohoku Shinkansen. Dibuka Maret tiga tahun lalu yang menghubungkan Shin-Aomori dan Hakodate Hokuto. Jalur ini juga melewati Seikan Tunnel bawah laut menuju ke Pulau Hokkaido.
Menurut rencana, jalur ini akan disambung hingga Kota Sapporo. Kelima, Hokuriku Shinkansen. Ini jalur baru yang di-launching sejak 2015. Jalur ini menyambung Tokyo ke Kanazawa. Jalur ini menjadi populer untuk turis yang ingin menjelajah Murodo Dam, Alpine Route, dan Shirakawa-Go Village.
Dari kelima jalur itu, kami naik yang jalur Tokaido Shinkansen. Karena rutenya Nagoya-Tokyo PP (pulang pergi). Dari jenis keretanya, Shinkansen ada tiga tipe. Pertama, yang paling ekspres disebut Nozomi. Disebut paling cepat karena paling sedikit berhentinya. Di bawah Nozomi adalah Hikari.
Dan di bawahnya lagi adalah Kodama yang berhenti di setiap stasiun. Kami saat itu memilih Nozomi. Karena yang paling cepat, maka harganya pun paling mahal. Untuk rute Nagoya–Tokyo, harga tiketnya 10 ribu Yen (sekitar Rp 1,3 juta, dengan kurs 1 yen = Rp 130) untuk sekali berangkat.
Naik Shinkansen juga dibikin mudah. Peta rute mudah sekali dibaca. Dan selalu dibikin dua versi. Versi dengan bahasa dan huruf Jepang. Lalu versi dengan bahasa Inggris. Untuk pembelian tiketnya juga dibikin mudah dan praktis. Di setiap stasiun disiapkan sejumlah mesin khusus. Semacam mesin ATM. Dan di setiap mesin itu, selalu disediakan pilihan menu untuk bahasa. Salah satunya bisa memilih bahasa Inggris.
Pelajaran yang dapat dipetik dari Shinkansen ini, adalah bagaimana alam ternyata bisa mengajari manusia banyak hal. Asalkan, manusia itu mau sungguh-sungguh menggunakan akal pikirannya. Di dalam Alquran sering disebut dengan “afala ta’qilun..” (apakah engkau tidak berpikir?).
Dan semua ciptaan Allah SWT, termasuk segala perilaku tumbuhan maupun hewan, selalu mengandung pelajaran bagi manusia. Artinya, tidak ada yang sia-sia diciptakan Allah di muka bumi ini. Asalkan, manusia mau benar-benar berpikir dan menggunakan akal pikirannya.
“Robbana ma kholaqta hadza baathila….(Wahai Pemelihara kami, Engkau tidak menciptakan semua ini sia-sia..). Dari sifat dan perilaku seekor burung hantu dan seekor burung Kawasemi, ternyata menginspirasi seorang ilmuwan di Jepang, hingga akhirnya menciptakan Shinkansen. Mengapa bukan kita ya?
"burung" - Google Berita
December 12, 2019 at 08:45AM
https://ift.tt/34fTZ7k
Kereta Shinkansen, Burung Hantu dan Kawasemi - Jawa Pos Radar Malang
"burung" - Google Berita
https://ift.tt/30iE0IL
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kereta Shinkansen, Burung Hantu dan Kawasemi - Jawa Pos Radar Malang"
Post a Comment